REVIEW BUKU "MENUJU GERBANG KEMERDEKAAN"

Judul buku : Untuk Negeriku Menuju Gerbang Kemerdekaan Sebuah Otobiografi
Pengarang : Mohammad Hatta
Penerbit : PT. Kompas Media Nusantara
Tebal buku : 230 halaman
Tahun : Cetakan Keenam, 2015


Jika membaca buku pada umumnya, pada daftar isi kita akan menemukan urutan bab dengan nomor ke-1 hingga seterusnya. Namun pada buku ini menimbulkan pertanyaan kenapa pada tahap pertama sudah tertulis bab XVI. Dugaan saya, otobiografi yang ditulis Mohammad Hatta cukup panjang dan buku ini hanya memuat sebagiannya saja. Hal lain yang membuat buku ini berbeda adalah dengan tidak adanya pengantar baik dari penulis maupun editor yang menjelaskan latar belakang terbitnya buku ini. Tiba-tiba saja pada halaman pertama Mohammad Hatta sudah langsung bercerita situasi yang terjadi saat itu dan tertolong dengan adanya sub bab. Di awal membaca memang kita perlu bersabar dulu untuk mencoba memahami apa yang sedang disampaikan Mohammad Hatta dan menangkap berbagai istilah yang jarang kita dengar seperti interniran. Setelah beberapa halaman saya habiskan, barulah saya bisa masuk dalam alur cerita yang sedang diuraikan walaupun beberapa kata saya tidak mengerti artinya.

Mohammad Hatta seperti telah dicatat dalam sejarah Indonesia adalah salahsatu proklamator kemerdekaan Indonesia. Catatannya dalam buku ini menguatkan perannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Buku sejarah yang ditulisnya ini memiliki sudut cerita yang berbeda dari pelajaran sejarah kemerdekaan Indonesia yang sering kita dapatkan dari film, buku bahkan cerita-cerita para sesepuh kita. Kemerdekaan Indonesia kebanyakan ditulis dan dikisahkan dari sudut pandang perjuangan berdarah-darah melawan Belanda dan Jepang, namun buku ini memperkaya khasanah kesejarahan kita dengan cerita yang dialami dan dilakukan para tokoh Indonesia yang memperjuangkan Indonesia melalui jalur diplomasi. Kita juga disuguhkan bagaimana proses penyusunan dasar-dasar ketatanegaraan Indonesia pada awal-awal kemerdekaan termasuk perdebatan dan sikap toleransi dari para pemimpin Islam yang menyertainya. Kelebihan lain dari catatan sejarah ini dituliskan cukup lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun hingga waktu untuk memberikan keterangan pada setiap peristiwa yang terjadi.

Salahsatu hal menarik yang ingin saya ulas lebih dalam dari buku ini adalah proses pencarian dasar negara Indonesia dan sistem ketatanegaraan yang dikembangkan ketika Indonesia dalam umur belia. Selama ini kita mengetahui 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, namun sedikit orang yang mengetahui bagaimana proses Pancasila itu disusun. Menurut buku otobiografi ini, pada 1 Juni 1945 Sukarno berpidato selama 1 jam di sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Radjiman Wediodiningrat. Sukarno memberikan gagasan lima dasar dalam penyusunan dasar negara Indonesia. Kemudian dibentuklah tim yang berjumlah 9 orang dari berbagai golongan untuk merumuskan pidato Sukarno supaya lebih pendek dan akhirnya disepakati dengan nama Pancasila sebagai dasar negara. Badan ini kemudian juga membuat UUD 1945 yang pertama kali. Dalam perkembangannya BPUPKI berubah menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI yang diketuai oleh Sukarno. Di PPKI inilah disusun naskah teks proklamasi yang kemudian dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai deklarasi kemerdekaan Indonesia. Melalui pemilihan di sidang PPKI, Sukarno dan Mohammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia kali pertama. Dalam menjalankan pemerintahan, Presiden dibantu oleh Komite Nasional Pusat yang dibentuk dan dipilih oleh Presiden. KNIP beranggotakan dari berbagai utusan golongan bangsa dan aliran. Di waktu berikutnya kemudian Mohammad Hatta selaku wakil presiden mengeluarkan maklumat yang isinya memberikan kewenangan legislatif kepada lembaga KNIP.

Peristiwa ketatanegaraan yang saya ambil dari buku Hatta itu memperlihatkan kekuasaan presiden dan wakil presiden yang sangat kuat dan luas. KNIP, yang sekarang bisa dibilang Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, dibentuk dan dipilih oleh Presiden, termasuk hak legislatifnya diberikan melalui maklumat dari wakil presiden. Indonesia pada 14 November 1945 juga mengalami perubahan sistem pemerintahannya dengan adanya Perdana Menteri yang dipilih oleh Presiden. Perdana menteri pertama dijabat oleh Sjahrir yang bertugas menjadi kepala pemerintahan dengan kewenangan membentuk kabinet parlementer. Hingga akhir halaman dalam buku ini (tahun 1949), sistem pemerintahan Indonesia masih menganut kabinet parlementer di mana presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

Mohammad hatta dalam buku ini juga menguraikan berbagai bukti atau ciri bahwa Indonesia pada saat itu sudah layak disebut sebagai sebuah negara dengan adanya deklarasi 17 Agustus 1945, kewilayahan yang jelas (walaupun masih terganjal dengan perjanjian Linggarjati) dan pengakuan negara lain yang datang. Pengakuan de facto datang dari Inggris dan Amerika melalui perjanjian Linggarjati yang kemudian disusul pengakuan de jure oleh Mesir, Lebanon, Suriah dan Irak termasuk keikutsertaan Indonesia dalam konferensi Inter Asia di New Delhi.

Perubahan bentuk negara juga mewarnai dalam perkembangan Indonesia. Pada awal berdiri menganut sistem kesatuan dengan Presiden sebagai pemerintah pusat lalu Gubernur sebagai kepala provinsi di daerah. Namun Belanda berusaha menandingi dengan membuat Negara Indonesia Serikat dan pertama kali dibuat Negara Indonesia Timur dengan Sukawati sebagai Presidennya. Format negara ini yang kemudian dipaksakan melalui agresi militer kedua dan mampu menguasai ibukota negara Indonesia yang saat itu di Yogyakarta. Karena Yogyakarta ditaklukan oleh Belanda maka ibukota negara di pindahkan ke Bukittinggi dan kepala pemerintahan dilimpahkan ke Sjafrudin Prawiranegara yang diberi kewenangan untuk membentuk kabinet dan menjalankan pemerintahan darurat. Setelah Yogyakarta direbut kembali oleh Sultan Hamengku Buwono, kepala pemerintahan diserahkan kembali ke Mohammad Hatta dan ibukota dikembalikan ke Yogyakarta.

Melalui Konferensi Inter-Indonesia 20 Juli 1949 disepakati bahwa Negara Indonesia Serikat (bentukan Belanda) diubah menjadi Republik Indonesia Serikat, Bendera merah putih disahkan, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, lagu Indonesia raya disahkan dan 17 Agustus sebagai hari nasional. Kesepakatan ini diperkuat dengan adanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) 23 Agustus 1949 di Den Haag Belanda. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan pemilihan presiden Republik Indonesia Serikat pertama kali dengan wakil negara bagian sebagai pemilihnya dan Sukarno terpilih sebagai Presiden. Sebagai simbol pengakuan terhadap RIS, tanggal 27 Desember 1949 Mohammad Hatta dan beberapa menteri menerima penyerahan kedaulatan di Belanda.

Buku ini tidak hanya menyajikan fakta sejarah bentuk negara dan sistem pemerintahan yang pernah Indonesia anut, tapi juga membuka konteks latar belakang terbentuknya. Perubahan dari negara kesatuan menjadi serikat akibat dari tekanan Belanda dan hasil perjanjian Inter Indonesia serta Konferensi Meja Bundar. Demikian juga perubahan sistem pemerintahan presidensial ke parlementer yang latar belakangnya untuk menyelamatkan Sukarno dari berbagai serangan kritik yang datang pada saat itu

Cerita sejarah yang ditulis pelakunya sendiri ini penting untuk dibaca dan diketahui oleh sebanyak mungkin warganegara Indonesia khususnya para pelajar sebagai penerus bangsa. Melalui buku ini kita menjadi paham bagaimana keruwetan yang dialami para pendiri bangsa ketika menyusun sistem ketatanegaraan Indonesia dalam situasi warganegara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama, belum lagi tekanan Belanda yang datang ingin menjajah lagi. Kita patut berbangga dengan segala tantangan itu, Indonesia bisa melaluinya dan menjadi negara yang merdeka, berdaulat dan berkembang seperti sekarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DI/TII

MUNIR